07 Desember 2010

Umat terpilih

tanpa kenangan beredar isu menyakitkan tentang angin yang meradang akibat peluh dan duka menyayat bak warna yang tak berwarna akibat amarah bercampur dengki menyulut api agar binasa menjemput sehingga mustahil pahlwan dapat melawan kejahatan.

tunggu anggap saja itu permainan mimpi yang selalu membuat fatamorgana kehidupan agar semua menjelma menjadi manusia iblis yang menyeringai ketika dihadapkan dengan sang empunya, fantasi itu selalu mengumuli mentari barat pada setiap bulan tampak di ufuk.

katakan saja semua ini tidak ada kaitannya dengan durga yang membuat orang-orang menjadi brengsek tanpa pertimbangan kemanusian, padahal rakyat menjerit pedih akibat derita dan siksaan keadaan dan kondisi yang menuntut kita menjalarkan sumpah serapah karena perubahan sangat mustahil sampai emosi, amarah, dan akal bulus tidak bercokol di benak umat terpilih.

26 Maret 2009

24 November 2008

Prahara Kedamaian

Prahara berputar pada majemuk bermaksud menghidar badai tapi malah terjebak dalam gulita yang mencoba menerkam gelap agar dunia hidup dalam sunyi dan senyap sehingga kebahagian hanya milik sang berduit dan bertahta.
Penolong tak mampu berbicara tapi dia sanggup berkelit karena sistem membelenggu karunia padahal komitmen telah dihaturkan pada sangkakala kedamaian, semua menjadi urung akibat petaka menyibak benak.
Pintu luka terbuka semakin menganga membuat hati makin perih berlatih menghujam getir, luluh sudah petualangan pemikir lantaran aib mengguncang makna dan berbias pada penghambaan materi.
Lembayung sirna ditelan tamak,merpati terbang tanpa tujuan berkat alam menyeringai pada kuasa.
Kemapanan selalu menjadi alasan untuk logika mendebat pada ketidak sejahteraan, padahal kemunafikan yang membelenggu pada sanubarilah yang menjadi biang keladi kebobrokkan, petaka itu hanya limpahan dari munafik yang menjadikan sengsara bersarang dalam angan. Mimpi adalah kemajuan jika positif membalutnya karena kemajuan dimulai dari jernihnya mimpi yang berorientasi pada hakikat hidup yang berlekuk tanpa ironi.
Kelemahan terbesar adalah keinginan, kemajuan sejati adalah keikhlasan. Taburan perangai bermain dalam sistem kemanusian sehingga panik berbaur dalam optimis dan bejana emas menjadi kendala yang akut dalam spesifikasi kemampuan.

MANUSIA BEJAT YANG HINA DINA

Sang Pembela yang mengaku utusan sang Kuasa telah berkhianat pada kehendak sebab keputusannya berada diambang bejat sehingga menghalalkan sesuatu yang terlarang menjadi kemungkinan bahkan niscaya.
Sang kekasih menjadi alasan dia berhasrat padahal nafsu yang mengendalikan emosinya, semua menjadi gamang akibat kemauan dibukam oleh dungu yang mempererat perhatian pada gerbang imajinasi yang kritis akan positif dengan kenyataan cenderung pada perusakan benak agar tumpul menjadi tujuan kemandekan yang mengabaikan kemerdekaan prestasi ekspresi.
Bungkam bersungut karena lakon yang diperankannya menderita ibarat hati yang tersayat oleh sembilu betapa pedih perasaan ini, bejat menjadi dambaan setiap orang untuk mendapatkan hina dina dengan tujuan agar desah menyeret nafsu keambang derita yang abadi sebagai pertanda kekuasaan telah lenyap diterpa angin jahanam yang menunggu kayu bakar dilempar ke dalam pembaringan hakiki.
Lambat laun igauan pun dijadikan alibi sebagai pelampiasan terhadap mahkota yang beranjak dari singgasana demi pengorbanan terhadap rembulan yang enggan muncul karena malapetaka telah melanda bumi akibat sang penghuni yang enggan bertaubat padahal bumi sekalipun tak kuat menanggung para dosanya. Jadilah bencana itu berkompromi, sebab semua simpati pada bumi yang mereka anggap telah berjuang senasib sepenanggungan, pun demikian mentari turut merasakan keprihatinan dengan sifat tentatif yang kadangkala menyorot dengan terik menyengat tapi kadangkala dia meredupkan sinarnya agar gerombolan saripati langit tumpah ruah di atas bumi dengan maksud memberi kesegaran pada bumi yang telah payah, tanpa menghiraukan penghuninya yang berlalu-lalang bak belalang itu terbenam dalam kesengsaraan.
Tidak ada yang patut disalahkan atas kejadian-kejadian itu, kecuali si manusia bejat yang hina dina. Namun persoalanya, siapakah sang penghuni yang tidak bejat dan hina dina? Semua telah sempurna pada kebejatan ibarat sang waktu yang terus berputar tanpa penyesalan.
Hanya sang Maha Kehendak yang dapat menghentikan waktu sekaligus menghapus kebejatan dengan kasihnya.

11 November 2008

Benteng Vagina


Bisikan malaikat membuyarkan nafsu akibat kematian akal yang menyeruak menimbulkan gemuruh di segala penjuru alam, ketakutan merayab dalam setiap lubuk sanubari sang pengemis cinta. Sebab hakikat menjadi buram oleh dendam, janji seluruhnya hanya pelampiasan padahal bejat yang berkecamuk di relung hati, dia berusaha membunuh ketamakan namun kemilau kembali menjadi benteng bagi vagina. Sang cenayang lebam oleh pukulan para pencari kebenaran karena prinsip tidak lagi bertelek pada harapan semua mengamuk sejadinya seolah martabat bukan milik manusia. Dua gunung itu selalu membayang dalam benak apalagi jika diingat ceri kecoklat-coklatan itu betapa indahnya apalagi selanjutnya berselubung pada tangkai yang baku membeku memamerkan keahlian dalam pertempuran. Bak hendak menggorok padahal menyemai, kemaluan diabaikan akibat durhaka mencintai mimpi tinggal menunggu jenazah yang berderet dan bergelimpangan ibarat dermawan yang mengantri member i karena saat ini tidak ada lahan bagi miskin